Langsung ke konten utama

Berbagi Cerita "Wattpad"

MAIRA

 “Mai, jadinya kamu akan melanjutkan kuliah apa nyari kerja aja”, Kata Sita sambil memberikan helm kepada Maira setelah acara budaya corat coret ala anak lulusan SMA selesai.

“Ehm,, Gimana menurutmu ta, aku lanjut kuliah apa gak ya. Aku ingin kuliah tapi apa orangtuaku mampu membiayainya. Kalo kamu gimana ta apa mau kuliah?” Maira balik bertanya pada Sita.

“Aku mau coba beasiswa yang dijelaskan Guru BK kemarin tentang Beasiswa Bidik Misi yang diadakan pemerintah tahun ini. Bagaimana kalo kita mendaftar bersama, siapa tahu rejeki. Iya kan…” Sita menjelaskan dengan nada optimis.

Gedebuk,,.tiba-tiba sebuah bantal menghantam Maira tepat diwajahnya, menyadarkan Maira akan ingatan kejadian 4 tahun lalu saat melihat story foto Sita sahabat SMA di aplikasi ponselnya . Maira pun membalas hantaman itu tepat dikepala sahabatnya Tari. Sahabat Maira sejak satu kos saat kuliah di salah satu Universitas Negeri di daerah sebelah kota kelahiran mereka.

“Sakit Tahu, kamu kira aku boneka yang gak bisa ngerasain sakit meski dipukul berkali-kali” Maira mengeluh sambil meletakkan ponselnya dikasur Tari.

“Makanya kalo ada orang ngomong didengerin jangan hanya ngeliatin Ponsel melulu, emang aku ini radio yang bisa ngoceh sepanjang hari tanpa didengerin pemiliknya” Protes Tari dengan nada sebel.

“Kamu ngeliatin apaan sih Mai, gak ada yang ngirim chat juga itu Ponsel” Lanjut Tari dengan sedikit menyindir Maira.

“Enak aja kamu bilang, emang kamu aja yang dikirimi chat sama pacar LDRan kamu itu, yang sering buat kamu galau gak jelas”. Maira tak mau ngalah kalau Tari mengejeknya apalagi membahas seorang pasangan.

“Aku inget sama Sita sahabat SMA ku, mungkin kalo dulu Sita gak ngajak aku buat ikutan beasiswa, aku gak akan bisa seperti sekarang. Dia yang mengurus persyaratannya. Berat bagiku untuk bisa kuliah dan masuk di Univeritas Negeri kalo gak ada beasiswa itu. Aku bersyukur bisa mendapatkannya, bisa kuliah, ikut organisasi, banyak temen, bisa kerja seperti sekarang, dan yang penting bisa sahabatan sama kamu”. Terang Maira pada Tari sambil terharu.

“Terus aku harus bilang terimakasih gitu sama Sita, karena dia kita bisa sahabatan” kata Tari

“iya gak gitu juga kali,. Allah itu memang Maha Adil apa yang kita tanam itulah yang kita tuai. Kita tak pernah tau kebaikan yang mana yang akan mendatangkan rejeki untuk kita. Aku bersyukur melalui aku Sita bisa mendapatkan karirnya dan sekarang dia bisa mengembangkan diri sebagai seorang guru TK di Bali”.

“Betul, Allah itu Maha Adil dan tak pernah tidur. Allah selalu tahu apa yang kita butuhkan. Mungkin itu sebagai balas jasa Sita yang udah membantumu semasa kuliah. Kalo sekarang, bagaimana rencanamu mutasi kerja itu? Kamu setuju buat pindah kota?” sahut Tari.

Maira memalingkan pandangan keluar jendela kamar Tari. Halu lalang sepeda motor berhasil membuat Maira sejenak tak memikirkan tentang mutasi itu.

“Aku tak bisa membayangkan kalo kamu jauh denganku, harus dengan siapa aku berbagi kisah sedangkan pacarku saja sudah jauh” Tari melanjutkan perkataannya sambil menatap keluar jendela mengikuti Maira.

“Aku harus mengambil keputusan itu. Kamu tau kontrak kerjaku hanya 5 tahun, jika aku ingin bertahan aku harus siap dengan jabatan baru dan di tempat yang baru. Kita harus memperjuangkan apa yang kita inginkan, aku harus berani keluar dari zona nyaman”. Sahut Maira.

“Bagaimana dengan kuliahmu? Apa kamu akan berhenti? Aku tau perjuanganmu untuk melanjutkan kuliahmu lagi. Bagaimana dengan mimpimu sebelumnya? Kamu harus memutuskannya, kalo tidak waktumu akan sia-sia”.

“Aku akan meninggalkan kuliahku sejenak, setelah setahun aku akan melanjutkannya lagi. Paling tidak aku sudah mempunyai pengalaman untuk memimpin seseorang. Itu bisa jadi pencapaianku berkarir pada perusahaan keuangan ini”.

Penjelasan Miara membuat Tari menggelengkan kepala. Tidak percaya Maira akan membuat keputusan besar seperti itu. Kini cewek polos, dengan kepercayaan diri kurang 100% itu berani mengambil resiko yang besar dalam hidupnya. Kehilangan membuat seseorang berani mengambil keputusan dengan resiko yang besar. Sejak kehilangan Arqa Pradipta, lelaki yang dicintai dan lelaki satu-satunya yang membuat Maira berjuang. Kini Maira menjadi perempuan yang haus akan karir dan fokus pada pengembangan dirinya. Tari hanya bisa menggumam dalam hatinya dan berharap apa  yang menjadi keputusan Maira, itulah yang terbaik untuknya. Sebagai seorang sahabat Tari hanya bisa mendoakan yang terbaik dan menyemangati Maira.

Jam ditangan Maira sudah menunjukkan pukul 7 malam, sudah waktunya Maira bergegas pulang kalau tidak mau terkena omel ibunya gara-gara tidak langsung pulang setelah pulang kerja. Maira mengambil tasnya yang berada diatas kasur Tari dan segera berpamitan pulang pada ibu Tari. 

 

Penasaran dengan kelanjutan ceritanya??

Baca pada Aplikasi Wattpad dengan klik link https://my.w.tt/69a6JhYCX8

Silakan tinggalkan komentar kalian dibawah ini agar saya dapat terinspirasi memperbaiki tulisan ini. Terimakasih😇

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencoba Berpuisi

 Mimpi Hari ini, esok dan nanti. Kita berusaha mewujudkan mimpi. Yang pernah kita ingini. Mungkin, mimpi ini terlalu tinggi. Sehingga orang lain  melihat kita seakan berambisi. Padahal mereka pernah bilang. Gapailah mimpi setinggi langit. Jika pun terjatuh, Kau akan terjatuh diantara bintang-bintang. Tapi, siapa yang peduli, dengan apa yang mereka pikirkan. Karna kita hanya ingin wujudkan mimpi. Kita hanya ingin membuktikan pada diri sendiri. Kita sedang tidak bermimpi. Hanya saja persiapannya kurang tepat. Membiarkan kesempatan berlalu dengan cepat. Hingga kita tak menyadari sedikit demi sedikit mimpi itu terlepas. Kini, mimpi itu seakan menjauh. Dan  membenarkan anggapan orang-orang. Bahwa kita hanya berambisi. Hingga kita menyadari. Bukan mimpi yang membuat kita berambisi. Hanya, kita belum yakin akan mimpi yang dimiliki. Bukan mimpi yang hanya sebuah keinginan. Tapi, mimpi dengan sebuah perbuatan dan keyakinan mewujudkan. Walau kita seorang  PEREMPUAN .

Tentang Rasa Kecewa

Kecewa.. Kata yang sering kita dapatkan ketika harapan berbeda dengan kenyataan. Memang tidak sedikit kekecewaan akan diterima ketika kita lebih sering berharap pada manusia bukan berharap pada Tuhan. "Sebaik-baiknya harapan adalah berharap pada Tuhan". Terlalu sering berekspektasi pada keinginan kita sendiri, tanpa memberikan toleransi pada ekspektasi  memberikan peluang kekecewaan semakin besar. Bagaimana cara kita dapat  mengontrol rasa kecewa? Pada saat saya mengikuti acara webinar kebetulan yang menjadi pemateri adalah seorang psikolog yang sudah dikenal masyarakat yaitu Mbak Analisa Widyaningrum. Beliau membahas tentang mengendalikan ekspektasi,  yang saya ingat hingga saat ini adalah kita harus  mem berikan toleransi lebih tinggi daripada ekspektasi kita untuk  mengontrol rasa kecewa. Caranya adalah ketika kita memberikan ekspektasi pada suatu keinginan atau apapun itu,  maka  tingkat toleransi akan tidak terjadinya ekspektasi tersebut harus...

W.I.S.U.D.A

source:  IG weloveunej Menurut wikipedia Wisuda adalah upacara peneguhan atau pelantikan bagi seseorang yang telah menempuh pendidikan. Namun bagi saya wisuda merupakan bentuk apresiasi terhadap diri sendiri dari perjuangan menyelesaikan pendidikan. Setiap orang pasti ingin mendapatkan apresiasi untuk dirinya sendiri dan membagikan momen bahagia mereka dengan kerabat terdekatnya. Entah itu wisuda yang pertama,kedua atau yang keberapa kali pun wisuda sangat dinantikan. Sedikit berbagi pengalaman, pada saat wisuda kedua saya yaitu lulus program pasca sarjana saya tidak dapat mengikuti wisuda. Bukan alasan pandemi tapi karena kondisi saya yang tidak memungkinkan pada saat itu. Saya lulus bulan Juli 2019, setelah mendaftar wisuda pada bulan Agustus 2019 saya sakit  dan harus rawat inap selama 5 hari di RS. Saya mengira kondisi saya akan membaik dan segera pulih seperti biasanya ternyata saya salah pada saat pengumuman jadwal wisuda pun saya belum sembuh juga. Manusia hanya bisa be...

Translate

Baca tulisan lainnya